Senin, 04 Juli 2011

SPI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN, SISTEM POLITIK DAN MASYARAKAT ARAB PRA ISLAM

BAB 1
PENDAHULUAN


A.Latar belakang

Namun pada dasarnya , mempelajari sejarah peradaban bertujuan mempelajari berbagai masalah kehidupan umat manusia. Maju murdurnya suatu peradaban juga menunjukkan perkembangan kehidupan manusia. Selain itu, maju mundurnya peradaban membuktikan bahwa kebaikan dan kejahatan merupakan bagaian dari kehidupan. Kebaikan membawa kearah kemajuan peradaban,sedangakan kejahatan membawa kearah kemunduran peradaban.
Pembahasan sejarah perkembangan peradaban islam yang sangat panjang dan luas itu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan sejarah perkembangan politiknya. Bukan saja karena persoalan – persoalan politik sangat menentukan perkembangan aspek – aspek peradaban tertentu seperti akan terlihat dalam pembahasan buku ini, tetapi terutama karena sistem politik dan pemerintahan itu sendiri merupakan salah satu aspek penting dari peradaban, sebagaimana disebutkan di atas.

B.Rumusan Masalah
1. apa yang menyebabkan SPI sebagai ilmu pengetahuan ?
2. bagaimana system politik masyarakat arab pra – islam.?
3. bagaimana system kemasyarakatan arab pra – islam .?

C.Tujuan
1. mengetahui dan memahami peradaban sebelum islam.
2. mengetahui dan memahami system politik arab pra – islam.
3. bisa memahami system kemasyarakatan arab pra – islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A. SPI Sebagai Ilmu Pengetahuan

Peradaban islam terjemahan dari kata Arab Al – Hadharah Al – Islamiyyah. Kata arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan islam . ‘’’ Kebudayaan ‘’’ dalam bahasa arab adalah Al – Tsaqafah. Di indonesia sebagaimana juga di arab dan barat, masih banyak orang yang mensinonimkan dua kata’’ kebudayaan’’( Arab, Al – Tsaqafah; Inggris, Culture ) Dan’’peradaban’’ ( Arab, Al – Hadharah; Inggris, Civilization ). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan menifestasi – menifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih bekaitan dengan peradaban.kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi,dan moral, maka peradaban terefleksi dalam polotik, ekonomi, dan teknologi.
Selain itu istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian – bagian dan unsur – unsur dari kebudayaan yang halus dan indah merurutnya, peradaban sering juga di pakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.
Dalam pengertian itulah peradaban yang dimaksud dalam buku ini .Islam yang diwahyukan kepada nabi Muhammad Saw. Telah membawa bangsa arab yang semula terbelakang, bodoh , tidak terkenal , dan diabaikan oleh bangsa – bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina saru kebudayaan, dan peradaban yang sangat pentiang artinya dalam sejarah menusia hingga sekarang. Bahkan kemajuan barat pada mulanya bersumber dari peradaban islam yang masuk ke eropa melalui spanyol. Islam memang berbeda dari agama – agama lain. H.A.R. Gibb di dalam bukunya Whither islam menyatakan,’’ islam is indeed much more than a sistem of theologi, it is a complete civilization’’ ( islam sesunguhnya lebih dari sekadar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna ).karena yang menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban islam.
Kajian tentang’’ peradaban’’ islam sekarang ini memang sudah manganut pendapat bahwa kebudayaan islam tidak lagi satu, tetapi sudah terdapat beberapa’’ peradaban’’ islam. Akan tetapi , tampaknya’’ peradaban – peradaban’’ islam yang disorot dalam kajian – kajian islam sampai waktu belum lama ini hanya terbatas pada empat’’ peradaban’’ islam yang dominan. Semuanya sangat berkaitan dengan empat kawasan, yaitu kawasan pengaruh kebudayaan arab ( timur tengah dan afrika utara, termasuk spanyol islam ). Kawasan pengaruh kebudayaan Persia ( iran dan negara – negara lslam asia tengah ), kawasan pengaruh kebudayaan turki, dan kawasan pengaruh kebudayaan India islam.
.
Namun perlu diterangkan’’peradaban’’ suatu konsep yang murni materialistik. Apabila kemajuan materi tercapai, maka terdapatlah kenikmatan dalam hidup ini. Kenikmatan dalam hidup ini merupakan peradaban. Tetapi’’ kebudayaan’’ adalah lain dari peradaban. Menurut pemtimbangan yang wajar hubungan antara kebudayaan dengan peradaban, adalah seperti hubungan antara’’jiwa’’ manusia dengan’’tubuh’’nya. Perbedaan- perbedaan diakal peradaban adalah perbedaan – perbedaan dalam kemajuan materi, tetapi perbedaan – perbedaan kebudayaan, disebabkan karena perbedaan kemajuan rohani.kebudayaan sesuatu golongan dapat dikatakan terdiri dari ide – ide yang tumbuh di bawah pengaruh ajaran – ajaran agama. Ajaran – ajaran agama itulah yang memberikan dasar kebudayaan.
Peradaban dan kebudayaan yang timbul sebelum datangnya islam tidak universal dalam konsepsinya . pada agama yuhadi sudah barang tentu ada usaha untuk menghimpun peradaban dan kebudayaan itu. Dalam perjanjian lama dalam banyak tempat ide – ide sosial itu disatukan dengan konsep – konsep materi, dan kedua – duanya itu berpusat di sekitar agama. Sedangkan proses dan tingakat kebudayaan itu menunjukkan bahwa kedua – duanya mengalami kemajuan . kebudayaan umat manusia dan peradabanya harus sampai kepada kesempurnaan yang stabil dan pertumbuhanya itu harus mendapat bimbingan dari ajaran – ajaran agama.

B. System Politik dan Kemasyarakatan Arab Pra – Islam
• Kondisi polotik
Bangsa arab sebelum islam , hidup bersuku – suku ( kabilah – kabilah ) dan berdiri sendiri – sendiri, satu sama lain kadang – kadang saling bermusuhan . mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional ; yang ada pada mereka hanyalah ikaran kabilah. Dasar perhubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa ashabiyah ( kesukuan ) amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bilamana terjadi salah seorang di antara mereka treaniaya maka seluruh anggota – anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. Semboyan mereka’’ tolong saudara baik dia menganiaya atau teraniaya.’’
Pada hakikatnya kabilah – kabilah ini mempunyai pemuka – pemuka yang memimpin kabilah masing – masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi politiknya adalah di satuan fanatisme, adanya memfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah dan menghadang musuh dari luar kabilah.
Kedudukan pemimpin kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja. Anggota kabilah harus mentaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Baik itu seruan damai ataupun perang. Dia mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti layaknya pemimpin dictator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang pemimpin murka, sekian ribu mara pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa yang membuat pemimpin kabilah itu murka.
Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem dictator. Banyak hak yang terabaikan rakayat bisa diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan hasil dan memberikan pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk foya – foya mangumbar syahwat, bersenang – senang, memenuhi kesenangan dan kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk dan dilingkupi kezjhaliman dari segala sisi.rakyat hanya bisa merintih dan mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan sikap harus diam, tanpa mengadakan perlawanan sedikitpun.
Kadang persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan paman kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang banyak, seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang mereka mencari – cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujaan tatkala berada dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para penyair itu sama dengan kedudukan orang – orang yang sedang bersaing mencari simpati.

• Kondisi masyarakat
Di kalangan bangsa arab terdapat beberapa kelas masyarakat. Yang kodisinya berbeda antara yang satu dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga dikalangan bangsawan sangat diunggulkan dan diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun harus dengan pedang yang terhunus dan darah yang tertumpah. Jika seorang ingin dipuji dan menjadi terpandang dimata bangsa arab karena kemuliaan dan keberaniannya, maka dia harus banyak dibicarakan kaum wanita.
Karena jika seorang wanita menghendaki, maka dia bisa mengumpulkan beberapa kabilah untuk suatu perdamaian, dan jika wanita itu mau maka dia bisa menyulutkan api peperangan dan pertempuran diantara mereka. Sekalipun begitu, seorang laki – laki tetap dianggap sebagai pemimpin ditengah keluarga, yang tidak boleh dibantah dan setiap perkataannya harus dituruti.
Dan cara garis besar, kondisi masyarakat mereka bisa dikatakan lemah dan buta. Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, khurafat tidak bisa lepaskan, manusia hidup layaknya binatang. Wanita diperjual – belikan dan kadang – kadang diperlakukan layaknya benda mati. Hubungan ditengah umat sangat rapuh dan gudang – gudang pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal dari rakyat, atau sesekali rakyat dibutuhkan untuk menghadang serangan musuh.
Ketika nabi Muhammad saw lahir.(570 m) , makkah adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota – kota di negeri arab, baik daerah tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jarur perdangangan yang ramai, manghubungkan yaman di selatan dan syaria di utara. Dengan adanya ka’bah di tengah kota, makkah menjadi pusat keagamaan arab. Ka’bah adalah tempat meraka berziarah. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala utama, hubal. Makkah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarkat arab ketika itu mencerminkan realitas kesukuan masyarkat jazirah arab dengan luas satu juta mil persegi.
Biasanya , orang membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa arab sebelum islam, pegang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah arab, padahal bangsa arab juga mendiami daerah – daerah di sekitar jazirah . jazirah arab memang,Merupakan kediaman mayoritas bangsa arab jazirah arab terbagi menjadi dua bagian besar yaitu bagian tengah dan bagian pesisir. Di sana tidak ada sungai mengalir tetap, yang ada hanya lembah – lembah berair di musim hujan.
Bangsa arab sangat menekankan hubungan kesukuan, sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku. mereka suka berperang. Karena itu, peperangan antarsuku sering sekali terjadi. Sikap ini tampaknya telah menjadi tabiat yang mendarah daging dalam diri orang arab.akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan – bahan sejarah arab pra - islam sangat langka didapatkan di dunia arab dan dalam bahasa arab. Ahmad Syalabi menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira – kira 150 tahun menjelang lahirnya agama islam . pengetahuan itu diperoleh melalui syair – syair yang beredar di kalangan para perawi syair. Dengan begitulah sejarah dan sifat masyarakat badui arab dapat diketahui, antara lain, bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan.
Bagian lain dari daerah arab yang sama sekali tidak pernah dijajah oleh bangsa lain, baik karena sulit dijangkau maupun karena tandus dan miskin, adalah hijaz. Kota terpenting di daerah ini adalah mekkah, kota suci tempat ka’bah berdiri.ka’bah pada masa itu bukan saja disucikan dan dikunjungi oleh penganut – pengaut agama asli makkah,tetapi juga,oleh orang – orang yahudi yang bermukim di sekitarnya.
Melalui jalur perdangangan, bangsa arab berhubungan dengan bangsa – bangsa syaria, Persia, habsyi, mesir ( Qibthi ), dan romawi yang semuanya telah mendapat pengaruh dari kebudayaan hellenisme.
Walaupun agama yahudi dan Kristen sudah masuk ke jazirah arab, bangsa arab kebanyakan masih menganut agama asli mereka, yaitu percaya kepada banyak dewa yang diwujudkan dalam bentuk berhala dan patung. Berhala – berhala itu mereka jadikan tempat menanyakan dan mengetahui nasib baik dan nasib buruk.Demikianlah keadaan bangsa dam jazirah arab menjelang kebangkitan islam.
Kebiasaan buruk lainnya dalam masyarakat jahiliyah adalah berkembangnya11 tindak kejahatan, perjudian, mabuk – mabukan, pertikaian antarsuku, dan saling membunuh. Tatanan kehidupan bermasyarakat tidak berjalan. Dalam hal ini yang berlaku adalah hukum rimba. Siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Akibatnya , mereka saling bertikai dan saling membunuh.
Keadaan masyarakat semacam ini telah berjalan cukup lama, yakni bermula dari kebiasaan masyarakat yang sudah tidak mau lagi menjadikan ajaran para nabi sebagai pedoman hidupnya. Di samping mempunyai dapat yang tidak baik, bangsa arab sangat ahli dalam bahasa dan kesusastraan terutama dalam bersyair dan berpidato. Dua hal tersebut menjadi kebanggaan sekaligus sebagai sarana untuk bersaing dalam meraih kehormatan di antara kabilah – kabilah yang ada.

Ada salah satu riwayat yang menyebutkan bahwa watak dan tabiat buruk yang banyak dilakukan oleh masyarakat mekkah sebelum islam datang adalah sebagai berikut.
• Minum minuman keras.
• Berzina dan memperkosa.
• Memperlakukan wanita sebagai barang yang diperjualbelikan.
• Membunuh anak perempuan karena malu dan takut miskin.
• Mencuri, merampok, dan merampas hak orang lain, dan masih banyak lagi.

Kemudian juga dimunculkan adat kebiasaan bangsa arab sebelum islam datang yang dinilai pesitif antara lain sebagai berikut.
• Sangat menghormati tamu.
• Bersikap pemberani.
• Dapat dipercaya.
• Mengutamakan kesetiakawanan.
• Rajin bekerja.
• Pandai berpidato dan bersyair.










BAB 111

PENUTUP


A. Kesimpulan.
Dengan sejarah peradaban islam kita bisa mengetahui sejarah – sejarah masa lampau hingga sampai sekarang ini dan dari sejarah itu, kita bisa mengambil pelajaran bagi kita . setelah melihat dari sejarah peradaban islam,agar kita dapat lebih dari sebelumnya dan dalam kehidupan sehari –hari.
Sistem politik atau kondisi politik, mereka hidup bersuku – suku atau kabilah – kabilah dan satu sama lain kadang – kadang saling bermusuhan, sehingga kekuasaan yang berlaku sistem dictator.
Kondisi masyarakatnya mereka masih manganut kepercayaan Herllenisme, yaitu masih menyembah berhala, patung, kayu dan lain – lain.

B. Saran
Demikian makalah ini yang berjudul’’ SPI sebagai ilmu pengetahuan, sistem polikit dan kondisi masyarakat arab pra- islam’’. Mudah – mudahan apa yang ditulis dalam makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya yang membaca makalah ini. Dan masih banyak kekuarangan dalam penulisan makalah ini, tentunya kritik dan saran yang sifarnya membangaun sangat di butuhkan untuk memperbaiki makalah ini.









DAFTAR PUSTAKA


Dr. Badri Yatim, M. A. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta ; PT. Radjagrafindo Persada, 2006.
Ringkasan Mentri, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta : Arafat Mitra Utama, 2005.
Khadim Al Haramain Asy Syarifain, Al – Qur’an Terjemah, Saudi Arabiah.
http :// Blogspot, Com. Sejarah Arab Pra – Islam, Diakses pada tanggal 14 Febuari 2011. 13:00
Drs. H. B. Jabbar. Adlan, Sejarah dan Pembaharuan Islam, Surabaya : CV. Anika Bahagia Offset, 1996.

DAKWAH PADA MASA BANI ABBASYYIAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada masa daulah abbasiyyah ( 750 M – 1258 M ) ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang sangat pesat dan sekaligus berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Dan pada masa dinasti abbasiyyah kekayaan Negara banyak digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan , sehingga muncul 800 orang ahli kedokteran selain itu dana tersebut juga dimanfaatkan untuk keperluan sosial, pembangunan rumah sakit, lembaga pendidikan dan farmasi.
Namun umat islam pada masa dinasti ini mampu menyebarkan agama sampai keseluruh dunia, dan disamping itu pula umat islam menyiarkan agama di dalam negri sendiri dengan mendirikan lembaga - lembaga pendidikan madrasah, membangun mesjid, menulis ilmu – ilmu agama dan lain – lain.
Dan dalam pembahasan ini akan di bahas mengenai perjalanan dakwah pada masa dinasti abbasiyyah .

B. Rumusan masalah
a. Bagaimana asal – usul dinasti abbasiyyah .
b. Bagaimana pendekatan unsur – unsur dakwah pada masa dinasti abbasiyyah.

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui asal – usul dinasti abbasiyyah.
b. Untuk mengetahui unsur – unsur dakwah pasa masa dinasti abbasiyyah.





BAB II
PEMBAHASAN

1. Asal – usul dinasti abbasiyyah

Dinasti abbasiyyah berdiri pada tahun 132 H / 750 M. dan dinamakan dinasti abbasiyyah karna para pendiri dan para khalifahnya merupakan keturunan dari abbas bin abdul mutalib, atau paman nabi Muhammad SAW.
Dinasti abbasiyyah merupakan kelanjutan dari dinasti umayyah yang berakhir setelah marwan II ( khalifah bani umayyah ) yang meninggal pada bulan zulhijjah 132 H / 750 M. dan dinasti abbasiyyah didirikan oleh Abu Abbas As – Saffah, Abbas As – Saffah memerintah sejak tahun 132 H / 750 M., hingga tahun 136 H /750 M. dan dinasti ini berkuasa cukup lama , dan khalifah demi khalifah silih berganti memerintah.serta dalam kekuasaan dinastinya, pusat pemerintahan di pindahkan ke kufah dan akhirnya ke Bagdad, sampai runtunya dinasti abbasiyyah.
Pada masa dinasti abbasiyyah ini, wilayah pemerintahan islam meliputi wilayah yang telah di perintah oleh dinasti umayyah, dan sehingga meliputu wilayah turki, ameria, sekitar laut kaspia ( sekarang wilayah rusia ) bagian barat India asia tengah dan wilayah perbatasan cina sebelah barat.
Dinasti abbasiyyah merupakan dinasti yang sangat terkenal peduli terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan peradanban islam.

2.Pendekatan unsur – unsur dakwah

Kekuasaan dinasti abbasiyyah berkuasa cukup lama, yakni dari tahun 132 H / 750 M. hingga tahun 656 H / 1258 M, selama itu dinasti abbasiyyah di pimpin oleh khalifah yang silih berganti dan struktur dakwah pada masa dinasti abbasiyyah meliputi unsur – unsur dakwah sebagai berikut :

a. Da’i
Pendiri dinasti abbasiyyah didirikan oleh Abu Abbas As- Saffah : beliau memerintah semenjak tahun 132 H / 750 M hingga tahun 656 H / 1258 M, beliau bersifat al – ulama wa al – umaro, karena selain sebagai ulama, beliau juga sebagai pemimpin Negara yang Agung. Setelah abu abbas meninggal, pemerintahan dilanjutkan oleh saudaranya, Abu Ja’far Al- Mansur (754 – 775) setelah pemerintahan Abu Ja’far berakhir, pemerintahan silih berganti di pimpin oleh 35 khalifah : Abu Abdullah Muhammad Al- Mahdi 158 -169 H. Abu Muhammad Musa Al – Madi 169-160 / 785- 786 H, Abu Ja’far Harun Ar- Rasyid 169- 170/ / 785- 786 H. Abu Musa Muhammad Al- Amin 193-198 /809- 813 H, Abu Jafar Abdullah Al – Makmun 198- 218 / 813 -833. dan lain- lain.

Dan Khalifah pada masa kekuasaan dinasti abbasiyyah yang termansyur adalah khalifah harun ar- rasyid.

b. Mad’u
Kondisi mad’u pada masa dinasti abbasiyyah merupakan mad’u ijabah, yang mana berkuasa setelah mengalahkan peradaban dinasti umayyah dan berhasil menguasai daerah – daerahnya, yang penduduk wilayah umayyah merupakan mayoritas sudah mengenal islam, tetapi penerapan islamnya belum teratur, namun tidak banyak pula mad’u ( orang – orang yang belum mengenal islam sebelumnya, hal ini karena wilayah kekuasaan y;ang dimiliki dinasti ini cukup luas, dan karna terkenalnya dinasti abbasiyyah sebagai pusat ilmu pengetahuan maka tidak pula masyarakat muslim maupun non muslim yang berdatangan dari wilayah – wilayah luar abbasiyyah, jadi dalam priode ini umat dakwah termasuk mad’u ijabah dan mad’u ummah.

c. Materi
Materi yang diterapkan pada masa dinasti abbasiyyah meliputi akidah, syari’ah dan muamalah, akidah ,syari’ah dan muamalah yang telah diterapkan pada masa ( dinasti umayyah direrapkan pula di dinasti abbasiyyah, namun lebih di perkuat ( dipermantap ). Akidah yaitu dengan ditanamkannya kepercayaan / akidah islam, misalnya tentang rukun islam.adapun syari’ah yaitu dengan diajarkannya cara- cara menyucikan diri juga berkembang ilmu fiqih ( ilmu yang mempelajari hukum islam ) membaca al – quran.sedangkan muamalah yaitu dengan kekayaan begara yang malimpah sebagai akibat dari kemajuan di bidang ekonomi perdagangan pertanian dan perpajakan digunakan oleh khalifah untuk pembangunan baik fisik, maupun non fisik, pembangunan fisik : pembangunan kota Bagdad, bangunan- bangunan megah, tempat – tempat peribadatan sarana pendidikan , kesehatan dan perdagangan, pembangunan non fisik pengembangan ilmu pengetahuan di bidang penerjemah.

d. Metode
Metode yang digunakan pada masa dinasti abbasiyyah diantaranya adalah sebagai berikut :
• Metode silaturahmi, ( home visit )
Pada masa dinasti abbasiyyah kaum muslim termasuk para cendikiawan banyak melakukan kunjungan ke berbagai pelosok dunia, seperti India, malaisya , cina dll.
• Metode missi ( bi’tsah )
Penyebaran agama islam ke berbagai wilayah atau pelosok dilakukan dengan cara mengutus seorang da’i.
• Metode ceramah
Metode ceramah adalah matode yang dilakukan untuk menyampaikan pesan – pesan dakwah dengan cara lisan, para ulama berdakwah dengan cara ceramah yang di lakukan di mesjid – mesjid dan istana.
• Metode karya tulis
Pada masa dinasti abbasiyah telah bermunculan ulama- ulama hadis terkenal dengan kitab – kitab hadis yang mereka susun.
• Metode diskusi
Untuk menjalin hubungan yang akrab dengan para ulama, ahli hukum, hakim dan seniman, mereka saling berdiskusi.
• Metode konseling
Para ulama mengajarkan membaca al – quran, kajian kitab, bagi yang belum mengetahuinya.
• Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan Tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana ingatan atau pemikiran seseorang dalam memahami atau menguasai materi dakwah di samping itu juga untuk merangsang perhatian mad’u, mad’u juga dapat mengajukan pertanyaan yang belum di kuasai, sehingga akan terjadi hubungan timbal - balik antara da’i dan mad’u .
serta para da’i yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah untuk menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing - masing.
• Metode keteladanan
Para khalifah dinasti abbasiyyah memiliki sikap sopan santun, menggunakan akal dari pada emosi, murah hati dan dermawan, karena kepribadian para khalifah maka banyak orang yang berbondong- bondong masuk islam.
• Metode propaganda
Metode propaganda adalah suatu upaya untuk menyiarkan islam dengan cara mempengaruhi dan mambujuk massa atau mad’u . metode ini jelas digunakan yaitu untuk mempengaruhi atau membujuk orang – orang non muslim untuk masuk dan memeluk agama islam.
• Metode kelembagaan
Pada dinasti abbasiyyah telah membangun gedung – gedung di sepanjang jlan munuju mekkah, membangun kolam dan sumur untuk kepentingan kafilah di jalur yang dilalui para pedangang, memperluas masjid di madinah, memperbaiki system pembayaran pos tiap mil, menambah pelayanan pos antara mekkah dan madinah, serta yaman, dan membuat benteng – benteng pertahanan untuk kota – kota.
• Metode pendidikan
Mendorong dan mamfasilitasi system pendidikan dengan munculnya madrasah nidzamul dan madrasah nidzamiyyah. Dari madrasah – madrasah inilah lahirlah ulama – ulama besar.
• Metode korespondensi
Penyebaran agama islam ke berbagai wilayah dilakukan dengan cara mengirim surat atau melakukan perjanjian damai, apabila ada yang memberontak atau tidak menerimanya , maka dilakukan jihad atau peperangan.
• Metode cerita / kisah
Para ulama memberikan penjelasan tentang kandungan ayat – ayat Al – Qur’an, sebab – sebab turunya, hukum – hukum yang terkanduang dalam ayat – ayat Al- Qur’an, dan kisah – kisah umat terdahulu.2

e. Media
Media yang digunakan pada masa dinasti abbasiyyah diantaranya adalah sebagai berikut :
• Mesjid.
Mesjid – mesjid di bagdad, bahsrah, kufah, dan lainnya dipenuhi oleh para ulama , penceramah, ahli hadis, dan lainnya. Mereka memiliki pengaruh besar dalam pencerahan iman masyarakat.

• Lembaga pendidikan
Sekolah – sekolah penuh dengan kajian ilmiah, kajian kitab, membaca Al- Qur’an, meriwayatkan hadis, dan lain – lain.

Juga didirikan maktab/ kuttab, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak – anak mengenal dasar – dasar bacaan, tulisan, dan hitungan. Dan tempat para remaja belajar dasar – dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadis, fiqih, dan bahasa.

• Lembaga / kantor ( pemerintahan )
‘’ Baitul Hikmah’’ diperluas menjadi perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian. Lembaga ini memiliki tibauan buku dalam berbagai disiplin ilmu. Khalifah juga mendirikan majelis Al – Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah – masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah – rumah, mesjid – mesjid , dan istana.

• Media cetak
Banyaknya buku – buku yang di cetak, antara lain buku filsafat, farmasi dan kimia, matematika, sejarah dan geografi.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah ini dapat di simpulkan bahwa pada masa dinasti abbasiyyah, ajaran islam , ilmu pengetahuan , peradaban dan kebudayaan berkembang lebih maju, bila dibandingkan dengan masa sebelumnya.
Dan pada masa dinasti abbasiyyah ini ada beberapa unsur- unsur dakwah dalam perjalanan dinasti abbasiyyah di antaranya : da’i, mad’u , materi, metode, dan media.

a. Da’i ( Al – Ulama Wa Al- Umara dan Al – Ulama )
b. Mad’u ( Ijabah dan Ummah )
c. Materi ( Akidah , Syariah, dan Muamalah )
d. Metode : Metode Ceramah, Diskusi, Konseling, Silaturahim, Karya tulis, Keteladanan, Cerita / kisah, Missi, Pendidikan, Tanya jawab, Kelembagaan, Korespondensi, dan Propanganda.
e. Media : Mesjid, Lembaga Pendidikan, Lembaga / kantor ( Pemerintahan ) dan Media Cetak.

.
B. Saran
Dengan demikian kita bisa mengetahui perjalanan dakwah pada masa dinasti abbasiyyah, mudah – mudahan bisa menjadi pelajaran bagi kita, serta dengan dipaparkanya makalah ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis, dan umumnya yang membaca makalah ini, dan masih banyak kekurangan dalam makalah ini tentunya kritiak dan saran yang sifatnya membangun santat di butuhkan untuk memperbaiki makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA


Syamsuri, Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Erlangga, 2004.
Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, Jakarta : Kencana 2007.
Ali Mufrodi, Islam Dikawasan Kebudayaan Arab, Jakarta : Logos, Cet. 1, 1997.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo, Cet. 1, 2006.

CERAMAH TANDA-TANDA SHALAT YANG DITERIMA ALLAH SWT

CERAMAH
TANDA – TANDA SHALAT YANG
DI TERIMA ALLAH SWT.


As’salam mualaikum wr.wb.

Alhamdulilah hil’ladzi , hadana lihada, wamakun’na linah tadiaa laula an’hadanaallah, as’shadualla ila ha’iallah, wa’as’shaduan’na muhammadan abduhu warosuallah., lanabiya ba’dah.
Pertama – tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kita, kehadirat Allah Swt, yang mana telah memberikan rahmat, toufik, dan ma,unahnya kepada kita semua, sehingga kita bisa berkumpul di tempat yang penuh barokah ini. Kedua kalinya shalawat dan salam, marilah kita pajatkan pada junjungan kita, nabi besar Muhammad saw. Yang telah membawa kita semua, minad’dzulumati illa nur.

Hadirin, ma’asiral muslimin rahimakumuallah.

Kita sebagai seorang muslim,dan muslimah,mempunyai kewajiban untuk menunaikan ibadah shalat lima waktu, dan menjalankan shalat – shalat sunnah lainnya dalam sehari semalam. Nah yang menjadi pertanyaan saya di sini, apakah shalat yang kita jalankan akan di terima oleh Allah Swt, atau tidak..?
Dan hanya kepada Allahlah kita serahkan jawabannya , Namun dari sumber petunjuk Allah Swt dalam Al – Qur’an, dan tuntunan Rasullah Saw dalam haditsnya, telah di berikan tanda – tanda shalat, yang menunjukkan diterima atau ditolaknya shalat kita tersebut.

Adapun tanda – tanda shalat yang diterima oleh Allah Swt antara lain :

1. Shalat yang dikerjakan secara ikhlas, yang mana shalat yang di kerjakan dengan ikhlas hanya ditunjukkan atau diniatkan kepada Allah Swt. Jadi bukan karna terpaksa atau di paksa, bukan karna di suruh, di puja,di sanjung, bahkan bukan karna malu pada orang lain.Namun semuanya dikembalikan atas kesadaran diri kita sendiri, sebagaiman firman Allah dalam (Q.S. Al - Bayyinah :5). yang berbunyi







Artinya :

Mereka hanya di suruh untuk menyembah Allah Swt, dengan ikhlas, pada agama yang lurus, dan di suruh untuk mendirikan shalat dan membayar zakat, itulah agama yang lurus. ( Q.S. Al – Bayyinah : 5 )

Hadirin, ma’ asiral muslimin rahimakumuallah.

Jadi saudara – saudara keikhlasan itu hanya ada dalam hati, bukan terlihat pada badan dan jasadnya saja, sehingga orang yang di katakana ikhlas atau tidak, tidak nampa pada perbuatan manusianya saja , melainkan hanya Allahlah yang bisa mengetahuinya, seseorang itu di katakana ikhlas atau tidaknya.

Hadirin , ma’ asiral muslimin rahimakumuallah.

2. Shalat yang mengikuti tuntunan Rasul Saw, barang siapa yang mengikuti tuntunan Rasul Saw, seperti yang di contohkan oleh beliau, sebagaimana sabdanya :




Artinya :

Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat shalatku, ( nabi Muhammad ).
Kemudian lebih di pertegas lagi dalam hadits lain, yang berbunyi :




Artinya :

Barang siapa yang mengamalkan ibadah ( termasuk shalat ) yang tidak berdasarkan tuntunan dari kami ( nabi Muhammad ) maka amalan ibadahnya tertolak. ( HR.Bukhari )

Hadirin, ma’asiral muslimin rahimakumuallah.

Dari ayat tersebut jelaslah bagi kita,Namun amal ibadah yang di contohkan rasul saw, dalam shalatnya antara lain :

• Kalau kita shalat, harus menghadap kiblat, barang siapa yang shalat tanpa menghadap kiblat maka shalatnya tidak sah.
• Sebelum melaksanakan shalat, kita harus bersuci atau berwudhu terlebih dahulu, dan barang siapa yang shalat tanpa bersuci maka shalatnya tidak akan di terima oleh Allah Swt.
• Shalat harus di awali dengan takbiratul ikharam, dan di akhiri dengan salam, dan barang siapa yang shalat menggunakan ucapan yang berbeda selain itu, maka itu bukanlah di katakan shalat.

Inilah sebagian kecil yang di contohkan Rasul Saw, namun masih banyak lagi tuntunan Rasul Saw.Jadi barang siapa yang tidak mengikuti tuntunan Rasul Saw, seperti apa yang telah di contohkan oleh beliau, maka shalatnya tidak akan di terima oleh Allah Swt, jika shalat anda ingin di terima oleh Allah Swt, maka ikutilah tuntunan Rasul Saw, seperti apa yang telah di contohkan oleh beliau.

Hadirin, ma’asiral muslimin rahimakumuallah.

3. Shalat yang di ikuti dengan amal shaleh. Karna shalat adalah tongkat dari perbuatan baik ( amal shaleh ) dan mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.maka hendaknya, setelah melaksanakan shalat,harus diikuti dengan amalan yang shaleh, di kala waktu subuh, dzuhur, asar, magrib dan isya, serta shalat – shalat sunnah lainya. Nah setelah selesai shalat, handaknya saudara- saudara merenungkan sejenak, amalan shaleh apakah yang akan di kerjakan..! contohnya setelah shalat anda berzikir, atau berbuat baik kepada orang lain.menolong orang yang membutuhkan pertolong dan lain sebagainya. Karna dengan amalan – amalan shaleh, Insya Allah sepanjang waktunya tidak ada lagi kesempatan untuk berbuat buruk. Namun dengan shalat secara perlahan akan merubah tabiat seseorang dari perbuatan buruk menjadi lebih baik. Sebagaimana firman Allah Swt dalam ( Q.S.Al – Ankabut : 45 ). yang berbunyi.




Artinya :

Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar ( A.S. Al- Ankabut :45 )

Hadirin, ma’ asiral muslimin rahimakumuallah.

Sehingga orang yang shalat, akan memiliki akhlakkul karim dalam dirinya, dengan mengamalkan shalat akan memperoleh pahala yang dapat di rasakan dalam kehidupan dunia maupun diakhirat , serta dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Maka dari itu, kalau kita shalat janganlah asal shalat atau sembarang, maksudnya anda shalat tidak di niatkan kepada Allah Swt, dan tidak mengikuti tuntunan Rasul Saw, serta tidak di ikuti dengan amalan yang shaleh. Maka shalat anda sia – sia, dan tidak akan di terima oleh Allah Swt. Marilah saudara – saudara, kalau kita shalat, kita niatkan benar - benar kepada Allah Swt, ikuti tuntunan Rasul Saw, serta diikutilah dengan amalan yang shaleh, Insya Allah shalat kita akan di terima oleh Allah Swt.

Mungkin cukup sekian, ceramah yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya saya mohon maaf.

Wa’allahul mu’wafik ila aq’wamiktorik, wasalam mualaikum wr,wb.

PEMIKIRAN AL-SUYU TIY TENTANG AL-QUR'AN, TAFSIR, DAN TA'WIL


PEMIKIRAN AL – SUYU TIY
TENTANG AL – QUR’AN, TAFSIR, DAN TA’WIL


A. Semacam Pengantar

Telah hampir lima belas abad usia islam, masa yang telah cukup panjang baginya untuk mengalami berbagai perkembangan. Begitupun study terhadap al –qur’an yang merupakan salah satu sumber utama ajaran islam. Seiring dengan berputarnya roda zaman, study dan pemikiran al – qur’an sesalu mengalami perkembangan, bahkan masih dan akan selalu berkembang. Berbagai pemikiran di kembangkan dan berbagai karya telah di hasilkan oleh sedemikian banyak cendekiawan islam. Seakan di setiap zaman selalu muncul pemikir islam yang seriang kali manjadikan study dan pemikiran al – qur’an sebagai sesuatu yang tidak luput dari perhatian mereka.

Salah satu pemikir islam yang hidup pada masa pertengahan adalah al – suyutiy. Dia hidup pada masa tidak lama setelah bagdad di taklukkan oleh Hulaghu Khan. Al – suyuty adalah satu pemikir besar islam yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Diantara berbagai disiplin ilmu yang dia kuasai adalah al – qur’an, hadis, bahasa arab, fikih, dan usul fikih, serta sejarah.dalam tulisan ini penulis berusaha dan mencoba untuk melihat kembali pemikiran al – suyutiy tentang al – qur’an, tafsir, dan ta’wil. Penulis lebih mengarahkan focus perhatian kajian pada dua diantara sekian banyak karya al – suyutiy yaitu al – itqan, dan al – tahbir.mengapa kedua kitab itu, karna dua itulah yang menurut hemat penulis ( setidaknya dari judulnya) paling mendekati dan bisa digunakan sebagai rujukan dalam perbincangan tentang tema yang penulis bahas ini.

Setelah selesai menulis dan membaca kembali tulisan ini, penulis merasakan seakan – akan tulisan ini merupakan kajian dua kitab tersebut. Tapi seandainyapun begitu, semoga hal itu bukanlah merupakan suatu permasalahan dan masih merupakan hal yang masih berada dalam batas yang wajar terhadap ( bagi ) perbincangan tentang tema yang tengah penulis bahas karna tentunya pemikiran al – suyutiy tentang tema – tema yang penulis bahas boleh di duga dan sangat mungkin dituangkan dalam kedua buku tersebut, al – tahbir dan al – itqan.

B. Sekilas Biografi Al- Suyutiy[1]

Nama lengkapnya adalah abu al- fadl jalal al- ‘abd al – rahman bin al – kamal abu bakr bin Muhammad ibn sabiq al – khadiriy al – asyyutiy al – syafi’iy. Ia lahir di awal bulan rajab tahun 849 h. di daerah asyyut[2], satu kota di tepi barat sungai nil. Dia juga punya tulisan pendek di kota ini yang di beri judul al – madbut fi akhbar asyyut. Al – suyutiy merupakan keturunan orang – orang yang ahli ilmu. Ayahnya adalah termasuk seorang ahli fikih syafi’iy. Ayah al – suyutiy meninggal ketika al – suyutiy masih berumur lima tahun. Maka tumbuhlah al – suyutiy dalam keadaan yatim.

Sejak kecil telah tampa kecerdasan pada al – suyutiy. Ia telah menghafal al- qur’an pada umur 8 tahun. Dia berguru fikih pada al – bulqiniy sampai beliau wafat. Al – suyutiy juga berguru fara’id dan hisab pada syihab al– din al- syarmasahiy. Dia juga belajar bahasa arab dan hadis kepada taqy al– din al – syamniy al – hanafiy selama 4 tahun. Kemudian kepada muhy al – din Muhammad bin sulaiman al – rumiy al – hanafiy selama 14 tahun. Dari guru ini al – suyutiy belajar tafsir, usul , bahasa arab dan ma’ani. Demikian dan masih banyak lagi guru – guru al – suyutiy, bahkan seorang muridnya al – dawudy pernah menghitungnya 151 orang.

Al – suyutiy juga pernah berkelana ke daerah syam, hijaz, yaman, hind, magrib, juga dimyat dan fayyun. Ketika haji al – suyutiy sempat minum air zam – zam dengan berharap agar dia akan setingkat dengan al – bulqiniy dalam bidang fikih dan setingkat dengan ibn hajar al –‘asqalaniy dalam bidang hadis.

Al – suyutiy dikenal menguasai berbagai di siplin ilmu diantaranya adalah tafsir, hadis, fikih, nahwu, ma’ani, dan badi’.disebutkan bahwa dalam disiplin disiplin tersebut al – suyutiy mencapai tingakatan yang lebih tinggi dari pada guru – gurunya, kecuali dalam bidang fikih, al – bulqini masih berada di atas al – suyutiy.ilmu hisab adalah yang paling berat bagi al – suyutiy, dia berkata




Namun demikian, dia memiliki kelebihan di bidang yang lain, yaitu hafalan. Disebutkan al – suyutiy menghafal 200.000 hadis.ditengarai al – suyutiy adalah orang hafal matn hadis paling banyak pada masanya.

C. Pemikiran Al – Suyutiy Tentang Al – Qur’an.

Menurut hemat penulis, pemikiran al – suyutiy tentang al – qur’an tidak begitu berbeda dengan pemikiran  yang telah di kembangkan oleh para ulama sebelumnya. Bahkan, penulis mendapat pesan seakan al – suyutiy hanya menggaungkannya kembali. Begitu juga mengenai pemikirannya tentang tafsir dan ta’wil.

Baik dalam al – tahbir maupun al – itqan[3], penulis tidak menemukan bagian tertentu yang secara khusus berbicara tentang al – qur’an. Dalam kedua kitab tersebut pembicaraan tentang al – qur’an penulis temukan dalam muqaddimah. Dalam al – tahbir pembicaraan tentang al – qur’an berada pada satu tempat dengan pembicaraan tentang tafsir dan juga surah, yaitu dalam muqaddimah. Dalam pembicaraan tersebut al – suyutiy hanya memperbincangkan pengertian al – qur’an baik dari segi etimologi maupun terminology. Perbincangan itu pun menurut penilaian penulis sangat singkat. Hal itu sejalan dengan nama sub judul yang di berikan oleh al – suyutiy untuk muqaddimah tersebut  yaitu 


Menurut al – suyutiy kata al – qur’an mengikuti wazn             sebagaimana kata                
           Masih menurut al – suyutiy, secara etimologis al – qur’an berarti pengumpulan               tentang hal ini al – suyutiy juga mengutip pendapat ulama lain seperti al – jauhariy dan abu’ ubaidah. Abu ‘ubaidah berkata bahwa al – qur’an karena ia mengumpulkan banyak surah, mengumpulkan ilmu yang banyak, dan bermacam balagah. Al – suyutiy juga sempat mengemukakan satu pendapat yang mengatakah bahwa kata al – qur’an berasal dari kata qarana. Sedangkan secara terminology al – suyutiy mengatakan al – qur’an sebagai


Menjelaskan ungkapan tersebut, al – suyutiy menyatakan bahwa dengan kata       
Tereksklusikanlah injil, taurat, dan kitab – kitab yang lain. Dengan kata
Tereksklusikanlah hadis – hadis rabbaniy ( hadis – hadis qudsiy ) seperti hadis yang diriwayatkan oleh sahihain                                            dan yang lainnya. Sedangkan digunakanya kata              meskipun al – qur’an juga diturunkan untuk keperluan yang lain, karna hal itulah yang dibutuhkan dalam pembedaan. Sedangkan kata – kata              menjelaskan bagian terkecil yang bisa menghasilkan                al – suyutiy juga menambahkan bahwa sebagian ulama belakangan ada yang menambahkan batasan al – ma’bud bi tilawatih untuk mengeksklusikan bacaan yang telah di – naskh[4].

Adapun pembicaraan al-suyutiy tentang al-Qur’an dalam muqaddimah al-itqan yang penulis maksutkan dan telah penulis singgung di muka, menurut pemahaman dan penilaian penulis lebih merupakan ungkapan al-suyutiy yang menggambarkan keluasan al-qur’an. Disana al-suyutiy menyebutkan                 







                  [5]


Memang, mungkin saja ungkapan al – suyutiy tersebut merupakan hiperbola karna dalam bahasa arab adalah suatu hal yang biasa yang untuk menggunakan kata – kata yang sangat luar biasa di dalam sebuah pujian. Namun demikian, menilik rincinya penjelasan yang diberikan oleh al – suyutiy di dalamnya, penulis menilai memang al – suyutiy berpendapat seperti itu dan bagi al – suyutiy ungkapan tersebut bukan hanya sekedar sebuah hiperbola.

Dalam al – itqan terdapat bagian yang berbicara tentang keutamaan al – qur’an. Dalam bagian tersebut al – suyutiy banyak mengemukakan hadis – hadis yang berbicara tentang keutamaan al – qur’an. Diantara hadis – hadis yang dikutip oleh al – suyutiy adalah sebagai berikut.



                                                                                        [6]

                                                                                                 [7]




                                                                                                          [8]
Berkaitan dengan hal ini al- suyutiy sempat memperbincangkan permasalahan apakah ada bagian al – qur’an yang lebih utama dari bagian yang lain. Dari beberapa pendapat ulama yang di kemukakan oleh al – suyutiy,penulis menduga kuat al- suyutiy setujuh dengan ulama yang menilai bahwa pandangan yang seperti itu adalah tidak tepat. Dalam al – itqan disebutkan









Adapula bagian yang bagi penulis menarik dari al – itqan berkenaan dengan al – qur’an adalah bagian ke – 75 tentang kekhususan ( keistimewaan ) al – qur’an. Dalam bagian tersebut al – suyutiy mengemukakan banyak sekali riwayat yang di antaranya berisi keteranga bahwa al – qur’an merupakan obat. Berikut penulis kutipkan beberapa diantaranya.[9]










D. Pemikiran Al – Suyutiy Tentang Tafsir

Dalam al – itqan , pembahasan tentang tafsir diletakkan dalam satu tempat dengan pembahasan tentang ta’wil, yaitu bagian ke – 77 fi ma’rifah tafsirih wa ta’wilih wa bayan syaratih wa al – hajah ilaih. Dalam bagian tersebut pembahasan yang focus tentang tafsir penulis menilai sangat singkat sekali.perbincangan tersebut hanya berkisar tentang pengertian tafsir baik di lihat dari etimologis maupun terminologis. Dalam bagian tersebut al – suyutiy hanya  mengemukakan berbagai pendapat yang di kemukakan oleh para ulama. Namun pendapat – pendapat tersebut tidak dibahas ataupun di diskusikan oleh al – suyutiy keculi hanya sedikit sekali. Al – suyutiy juga tidak mengemukakan pendapatnya, juga tidak menyatakan mana pendapat yang dia ikuti ( seandainya dia mengikuti salah satu dari pendapat – pendapat yang dia kemukakan itu)[10]. Salah satu pendapat yang dikemukakan oleh al – suyutiy yang menurut hemat penulis lumayan luas dan mencover adalah pendapat abu hayyan. Dia mendefinisikan tafsir sebagai berikut:



                                                                            [11]

Sesuatu yang menurut hemat penulis agak menarik untuk di perbincangkan di sini ( berkaitan dengan masah ini) justru berada dalam pembahasan al – suyutiy tentang perlunya tafsir. Disana al- suyutiy sempat mengemukakan satu kaidah








                                                         [12]


Al – suyutiy juga menyatakan bahwa kita membutuhkan apa yang mereka ( muslimin pendahulu ) butuhkan, bahkan lebih dari itu karna kita juga membutuhkan apa yang mereka tidak butuhkan, karna keterbatasan kemampuaan kebahasaan kita. Tanpa belajar kita adalah orang yang paling memerlukan tafsir[13]. Al – suyutiy juga sempat mengemukakan pendapat al – khubiy yang menyatakan bahwa ilmu tafsir itu susah – susah mudah, susah karna al – qur’an adalah kalam tuhan yang manusia tidak mampu mencapai maksudnya dengan mendengarnya dari dia sendiri. Tafsir yang pasti dari al – qur’an tidak bisa di ketahui kecuali dari rasul sendiri, dan itu sangat sedikit sekali. Pengetahuan akan maksud tuhan di dapat dari tanda – tanda dan bukti – bukti. Hikmah dari hal itu adalah bahwa allah ingin hambaNya berfikir tentang kitabNya, sehingga Dia tidak memerintahkan Nabi untuk menjelaskan maksud seluruh ayatNya[14].

Tentang tafsir, penulis juga mendapati indikasi dalam al – itqah bahwa al – suyutiy juga memandang perlu bagi seorang mufassir untuk juga mempertimbangkan dan memperhatikan siapa yang menurunkan al – qur’an, kepada siapa al – qur’an di turunkan dan siapa pula yang menjadi mukhatab- Nya ( dalam istilah bahasa Indonesia orang kedua). Indikasi tersebut penulis dapatkan dari keterangan al – suyutiy ketika dia memperbincangkan adanya tafsir –tafsir yang mempunyai kesalahan – kesalahan tertentu. Dari kesalahan – kesalahan tersebut yang sering kali ditemui adalah tidak adanya pertimbangan dan perhatiaan tentang ketiga subjek tersebut[15].

Beberapa poin tentang abab mufassir yang dikemukakan al – suyutiy  dalam al – tahbir adalah sebagai berikut[16]:
·         Merujuk kepada al – qur’an
·         Merujuk kepada hadis
·         Merujuk kepada tabi’in
·         Menyadari hadis dari ibn abbas bahwa tafsir ada empat segi, yaitu : segi yang bisa diketahui oleh orang arab dengan kemampuan bahasa mereka, tafsir yang bisa dipahami oleh semua orang, tafsir yang diketahui oleh ulama, dan tafsir yang tidak diketahui kecuali oleh allah.
·         Tidak memperbanyak pendapat yang kemungkinannya jauh, tidak memaksakan diri membawa ayat kepada pendangan mazhabnya jika lahirnya bertentangan dengan muzhabnya, me- rajih- kan pendapat yang sesuai denga qira’ah yang lain, dilarang keras menafsirkan al – qur’an dengan apa yang tidak dimaui oleh jauhar al – lafz.
·         Ketika meng- i’rab-i ayat hendaklah meng- i’rab-inya dengan kemungkinan yang paling jelas dan paling rajah ( kuat /unggul ), tidak menyebutkan seluruh kemungkinan ( makna ) kecuali untuk menguji ( menguji argument atau hipotesa ), tidak menyebutkan cerita – cerita yang tidak diketahui kebenarannya, khususnya israiliyyat, cukup seperluya saja bila dalam ayat terdapat isyarat terhadapnya dengan memilih yang paling sahih.

Al- suyutiy juga mensyaratkan bahwa orang yang menukil tafsir dari nabi,sahabat, atau tabi’in harus memenuhi persyaratan periwayatan ( sebagaimana dalam ilmu hadis ), yaitu al – ‘adalah, al – hifz, dan al – itqan, demikian juga rijal al – qur’an karena salah sau rukunnya adalah kesahihan sanad. Al – suyutiy berpendapat bahwa tafsir bi al – ra’y adalah haram. Sedangkan ta’wil, menurut al – suyutiy ada yang melarang dan ada yang membolehkan bagi orang yang menguasai berbagai cabang ilmu, yaitu[17] :
1.      lugah
2.      nahw
3.      tasrif
4.      isytiqaq
5.      ma’ani
6.      bayan
7.      badi’
8.      ilm al – qira’at
9.      ilm usul al – din
10.  usul al – fiqh
11.  asbab al – nuzul wa al – qasas
12.  al – nasikh wa al – mansukh
13.  ilm al – fiqh
14.  al – ahadis al – mubayyinah li tafsir al – mujmal wa al- mubham
15.  ilm al – mauhibah

Dalam al – tahbir, al – suyutiy juga sempat mengemukakan bagian yang berbicara tentang orang – orang atau siapa saja yang tafsirnya tidak bisa diterima . selain ( tentunya ) orang – orang yang tidak memenuhi syarat di atas, al – suyutiy juga menyebutkan secara khusus siapa saja mereka[18].
  • Mubtadi’ ( pembuat atau ahli bid’ah )
  • Orang yang dikenal suka berdebat ( jidal/mira )
  • Orang yang dikenal eksklusif ( ta’assub ) terhadap pendapat yang dikemukakannya.
  • Orang yang dikenal tidak mau merujuk kepada kebenaran yang sudah jelas
  • Orang yang mendahulukan ra’y dari pada sunnah
  • Orang yang dkenal suka mujazafah ( bicara ngawur, tanpa aturan, ceroboh ) dan tidak punya dasar (‘adam al – tasabbut )
  • Prang yang dikenal lancang, mendahului tuhan, dan sedikit ( kurang ) perenugan


Masih berkaitan dengan masalah ini, setelah menyebutkan mubtadi’,al –suyutiy memberi penekanan khususnya al – zamakhsyariy dengan al – kasysyaf- nya. Dalam keterangannya di antaranya al – suyutiy menilai bahwa dalam al – kasysyaf, al – zamakhsyariy sering membelikkan arah berbagai ayat dari arahnya semula menuju i’tiqad-nya yang fasid dengan mencuri perhatian manusia tanpa disadariny[19]a. Dalam bagian yang lain dari kitab al – tahbir, a l– suyutiy juga sempat mengatakan ibn’arabiy sebagai mubtadi’,dan kitab al – fusus yang dibisbatkan kepadanya sebagai kufur semua[20].

E.Pemikiran Al – Suyutiy Tentang Ta’wil

Dalam al – itqan, sebagaimana tentang tafsir, pembahasan al – suyutiy tangang ta’wil juga sangat ringkas. Disana disebutkan bahwa ta’wil berasal dari             yaitu               , maka seakan – akan ta’wil adalah mengarahkan ayat kepada ma’na- ma’na yang mungkin dikandungnya. Al – suyutiy juga menyebutkan bahwa ada yang mengatakan ta’wil berasal dari              yaitu               , sehingga seakan – akan orang yang mena’wil kalam bisa berarti menyiasati kalam dan menempatkan makna di dalamnya pada tempatnya.

Ada berbagai pendapat yang berbeda – beda mengenai tafsir dan ta’wil, dan itu juga tercermin dalam al – itqan dengan dikemukakannya berbagai pendapat para ulama tentang hal itu oleh al –suyutiy. Diantara pendapat yang dikemukakan oleh al – suyutiy adalah pendapat Abu’ubaid dan segologan orang yang memandang bahwa tafsir dan ta’wil itu sema’na. namun dimikian tidak sedikit pula ulama yang mengemukakan pendapat yang berbeda dari pendapat abu ubaid, dan itupun banyak yang dikemukakan oleh al – suyutiy dalam al – itqan.

Sedangkan dalam al – tahbir, penulis mendapati keterangan yang lebih jelas mengenai perbedaan antara tafsir dan ta’wil. Dalam kitab tersebut, di dua tempat yang berbeda, al – suyutiy sempat saling merujukkan keterangan tentang perbedaan antara tafsir dan ta’wil tersebut[21]. Setelah penulis perhatikan lebih jauh ternyata al – suyutiy merujuk kepada pendapat yang dikemukakan oleh al – maturidiy. Pendapat tersebut adalah .


[1] Biografi ini sebagian besar penulis ambilkan dari yang terdapat dalam tadrib al – rawi,lihat jalal al – din’ abd al – rahman al – suyutiy, tadrib al – rawi syarh taqrib al – bawawiy ( madinah :maktabah al – ‘ilmiyyah, 1972 M – 1392 H ), khususnya hlm. 10 -13.

[2] Ada yang menyebutnya asyyut dan ada pula yang menyebutnya suyut.
[3] Ada hal yang menarik perhatian penulis tetang penamaan kedua kitab tersebut. Pada poin – poin pokoknya, penulis menilai kedua kitab tersebut sama, hanya saja al – itqan lebih kaya akan penjelasan dan contoh – contoh. Kalaupun ada bagian – bagian yang pokok poinnya ada dalam al – itqan dan tidak ada dalam al – tahbir ataupun sebaliknya, menurut hemat penulis jimlahnya tidak terlalu signifikan, dan masih dalam ruang lingkup disiplin ilmu yang sama. Kalau memang seperti itu, mengapa al – suyutiy mengatakan al – itqan sebagai fi ‘ulum al – qur’an sedangkan al – tahbir sebagai fi ‘ilm al – tafsir ?
[4] Jalal al – din ‘abd al – rahman al – suyutiy, al – tahbir fi ‘ilm al –tafsir ( Beirut : dr al – kutub al – ilmiyyah, 1988 M – 1408 H ) , hlm. 16. selanjutnya refetensi ini penulis sebut sebagai al – tahbir.

[5] Jalal al – din ‘abd al – rahman al – suyutiy, al – itqan fi ‘ulum al – qur’an ( t. k : dar al – folr/ 1951M – 1370 H ), hlm. 2-3. selanjutnya referensi ini penulis sebut sebagai al – itqan.
[6] Ibid, hlm 151.

[7] Ibid.
[8] Ibid, hlm. 156.
[9] Ibid, hlm, 163.


[10] Bisa jadi al – suyutiy berpendapat sama dengan pendapat mereka atau memang al – suyutiy mengikuti pendapat mereka. Sedangkan dalam al – tahbir, al – suyutiy menyebutkan bahwa berbagai difinisi yang telah dikemukakan oleh para ulama, yang paling bagus di antaranya aadalah definisi yang dikemukakakn oleh abu hayyan. Definfisi tersebut sebagaimana penulis kutip berikutnya lihat al – suyutiy, al – tahbir, hlm. 15- 16.

[11] Al – suyutiy, al – itqan, hlm. 174.

[12] Ibid, penulis juga menemukan hal ini pada al – burhan karya al – zarkasyiy. Penulis tidak menemukan keterangan apakah al – suyutiy mengutipny dari al – burhan atau tidak. Lihat Muhammad bin buhadur bin’ abdillah al – zarkasyiy, al – burhan fi ‘ulum al – qur’an ( Beirut : dar al – ma’rifah, 1391 H), juz I, hlm. 14. selanjutnya referensi ini penulis sebbut sebagai al – burhan.

[13] Ibid. bagian ini juga penulis temukan dalam al –burhan karya al – zarkasyiy. Penulis tidak menemukan keterangan apakah al – suyutiu mengutipnya dari al – burhan atau tidak. Lihat al – zarkasyiy, al – burhan, juz I, hlm. 15.

[14] Dalam sumber yang penulis rujuk, penulis tidak menemukan keterangan tentang sisi yang mudah dari al – qur’an.
[15] Al – syuytiy, al – itqan. Hlm. 178.

[16] Lihat al – suyutiy, al – tahbir, hlm. 149 – 151.
[17] Ibid,hlm. 151 – 154. mengenai perbedaan antara tafsir bi al- ra’y dan ta’wil. Lihat footnote no 22 dan 23.
[18] Ibid.
[19] Ibid, hlm. 153.

[20] Ibid, hlm. 150.

[21] Lebih jauh lihat ibid, hlm,.16 dan 151.